Desa Sidokerto tempo dulu jika di telusuri dalam sejarahnya adalah masih berbentuk sebuah hutan belantara yang begitu lebatnya dengan berbagai pepohonan, konon pada jaman kerajaan Mojopahit, Desa Sidokerto yang masih berupa belantara di tebangi (di babah) oleh beberapa tokoh yang dipelopori 3 orang tokoh islam (pendatang) yaitu : Mbah Jenggot, Mbah Nanggul, dan Mbah Kramat, yang mana beliau – beliau ini masih keturunan dari Raja Demak.
Ketiga orang tersebut dalam membabah hutan belantara bekerja bahu membahu dengan harapan mereka ingin mendirikan sebuah padukuhan dalam batasan lokasinya masing – masing, sehingga ketiga orang tersebut dalam mengelola hutan belantara menjadi sebuah dukuhan mempunyai karakter dan kelebihan masing – masing. Konon ketiga orang tersebut selain dikenal sebagai orang islam yang taat beliau ini juga dikenal sakti mandraguna. Saat ini ketiga makam tokoh babah dukuh tersebut masih terawat dengan baik.
Adapun Desa Sidokerto ini dahulu kala adalah masih berbentuk pedukuhan yaitu Branjang, Budug, Ngemplak, Sekar Putih dan Jetak. Dari masing – masing pedukuhan tersebut asal mula dalam memberikan nama dari berbagai versi sejarah ada maksudnya, seperti Branjang nama ini diambil berasal dari nama burung betina, Branjangan yang banyak ada di hutan belantara, di lain versi ada yang mengatakan bahwa nama Branjang berarti Penahan. Sedangkan nama Budug adalah berasal dari nama sebuah penyakit buduken (penyakit gatal/penyakit kulit) yang diderita oleh Mbah Keramat. Lama kelamaan nama tersebut menjadi populer dikalangan pendudukukuhan tersebut seiring dengan perkembangan lahan yang telah dibabah semakin luas dan semakin padat pula penghuninya.
Perkembangan desa berasal dari beberapa dukuhan ini ternyata menginspirasikan para tokoh untuk menyatukan dukuhan – dukuhan tersebut untuk menjadi desa yang bersatu, sehingga munculah Desa Sidokerto yang mempunyai maksud dan tujuan untuk bergabung dalam sebuah desa yang bahagia dan banyak rizkinya (Sido = Jadi dan Kerto = makmur, maju, sedang berkembang, ulung, sempurna – karena berlimpah ruahnya sandang dan pangan).